Kamis, 31 Januari 2013

Mengejar Matahari Ke.II



“Mengejar Matahari”
 Mentari pagi telah menampakkan sinarnya. Kuasan Sang Ilahi begitu cerah, tetesan embun menyejukkan insan dunia, hembusan udara pagi menyapu lembut helai-helai daun. Membuat keyakina hati untuk melangkah. Mimpi yang tertunda kemarin, hari ini dengan keteguhan hati dan ketulusan doa suka dan duka telah ku lihat didepan mata.
Itu semua telah menjadi bagian hidup, kadanga kita berada pada satu titik terendah namun itu bukanlah salah satu kelemahan kita tapi itu adalah untuk meraih titik yang tertinggi…
Hari itu menjadi sejarah terpenting dalam hidup Sumarni, karna setelah hari ini ia akan benar-benar menjalani jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi. Masa-masa kanak-kanaknya telah ia lewati dengan berbagai cerita mulai dari suka dan duka. Semua telah ia rasakan.
Hari ini hari pengumuman kelulusannya di SMA Negeri 1 Rawamangun.

Sumarni           :  ibu, malam ini bertanya sesuatu pada ibu, apa boleh?

Ibu                   : (sambil tersenyum) bertanyalah anak ku, apa yang ingin kau katakana?

Sumarni           : begini bu, kemarin aku telah melewati  masa SMA ku dan aku mempunyai rencana ingin melanjutkan pendidikan ku ke jenjang lebih tinggi. Apakah ibu sanggup?

Ibu                   : iya anak ku, Ibu sudah mengerti maksud dari perkataan mu. Sebenarnya dari kemarin-kemarin ibu juga telah memikirkan hal ini.

Sumarni           : jadi bagaimana keputusan ibu? Aku tak apa Bu jika harus tidak melanjutkan pendidikan ku. Apa lagi kakak juga sekarang sangat membutuhkan biaya untuk menyelesaikan kuliahnya.

Ibu                   : Tidak nak! Ibu akan berusaha semampu Ibu. Bagaimana pun caranya kalian harus tetap melanjutkan kuliah dan meraih cita-cita. Kuliah jugakan untuk masa depan kalian sendiri. Kita I I sudah hidup miskin apa lagi yang bisa kita banggakan selain dari ilmu.

            Ditengah perbincangan Sumarni dan Ibunya tiba-tiba terdengar deringan ponsel yang memecah keheningan malam.
Kring…kring…kring…kringg…kringg.

Ibu                   : coba lihat Nak, siapa tahu kakak mu yang menelpon.

Sumarni           : iya bu.

Sumarni pun mengambil ponsel tersebut.

Sumarni           : halo.

Salampe           : marni berikan ponsel itu pada ibu. Aku ingin bicara.

Sumarni pun memberikan ponsel itu pada Ibunya..

Sumarni           : ibu ini telpon dari kakak. Katanya ada yang ingin dibicarakan.

ibu mengambil ponsel itu.

Ibu                   : iya nak ada apa?

Salampe           : begini Bu, kuliah saya kan sudah hampir selesai. Jadi saya butuh uang untuk menyusun skripsi. Bisa tidak Ibu mengirim uang besok. 2 juta. Tambahannya uang jajan saya juga sudah habis, ditambah lagi uang SMOKING dan online.

Ibu                   : Baiklah Nak, Ibu akan usahakan, semoga uangnya bisa saya kirim besok.

Salampe           : oke Bu. Assalamu alaikum.

Pembicaraan Ibu dan Salampe pun berakhir.

Sumarni           : apa kata kakak Bu? Apa dia baik-baik saja?

Ibu                   : ia anak ku, kakak mu baik-baik saja. Hanya saja dia meminta uang untuk keperluan akhir kuliahnya.

Sumarni           : jadi bagaimana Bu?

Ibu                   : Besok Ibu berencana untuk menjual sepetak kebun yang yelah diwarisakan ayah mu, Ibu pikir itu cukup untuk biaya mu masuk kuliah dan juga untuk kakak mu.

Sumarni           : tapi ibu, itukan warisan stu-satunya dari Ayah.

Ibu                   : Demi kau dan kakakmu, apa pun Ibu akan lakukan.

Sumarni           : terima kasih Ibu, Sumarni janji akan bersungguh-sungguh dalam mancari ilmu.

(Sumarni mencium telapak tangan Ibunya)

            Esok hari, Ibu dan Sumarni pun berangkat ke rumah Tuan Tanah yang memang sebenarnya sudah lama menyampaikan keinginannya untuk membeli tanah Ibu Sumarni.

Ibu : Assalamu Alaikum… (3x)
Anak Tuan Tanah (Andi Lantung Petta Iman) membuka pintu… Alan membuka pintu dan langsung menatap Sumarni tanpa berkedip, ia begitu terpesona oleh keanggunan Sumarni.

Ibu                   : apakah Ayah mu ada di rumah? Bisa saya bertemu dengannya?

Alan pun langsung tersentak dari khayalannya tentang Sumarni…

Alan                : Ada perlu apa dengan ayah ku? Ia sedang sibuk mengurus tanah-tanahnya.

Ibu                   : aku ingin membicarakan tentang tanah ku yang ingin ku gadaikan.

Alan                : Ibu silahkan masuk dulu, saya akan memanggil Etta ku.

            Alan pun meninggalkan Sumarni dan Ibunya di ruang tamu untuk memanggil Ettanya yang berada di ruang tengah.

Alan                : etta…. (memanggil berkali-kali dengan suara keras)

P. Iman            : ada apa kamu ini Alan? Berteriak-teriak begitu, habis lihat setan kamu?

Alan                : tidak Etta, ada tamu ta, mau ki na gadaikan tanahnya?

P. Iman            : ummm…. Tunggu etta cuci tangan dulu. (Menuju ruang tamu menemui Ibu Sumarni….)

Sesampainya di ruang tamu, Ibu Sumarni pun langsung menagatakan niatnya untuk menggadaikan tanahnya.

Ibu                   : begini Pak, niat saya datang kesini untuk menggadaikan tanah yang pernah Bapak tanyakan waktu itu.

P. Iman            : oh begitu, jadi kamu telah berubah pikiran untuk menjualnya?

Ibu                   : sebenarnya, saya belum berniat untuk menjual tanah itu, sekarang ini saya hanya ingin menggadaikannya karna sekarang saya benar-benar butuh uang untuk keperluan kuliah anak saya.

P. Iman            : oh begitu, kalau digadaikan apakah kamu sanggup untuk membayarnya bunganya per bulan.

Ibu                   : Insya Allah, saya telah memikirkan itu. Keuntungan saya dari berjualan di pasar semoga mencukupi untuk membayar bunganya.

P. Iman : memangnya berapa uang yang Ibu butuhkan?

Ibu : saya butuh Rp.15.000.000.
P. Iman            : Ibu ini bagaimana? Luas tanah itu kan tidak seberapa. Jadi saya hanya bisa memberikan Ibu Rp.10.000.000 dengan bunga 10% per tahun. Kalau Ibu mau saya akan mengambil dan memberikan uangnya sekarang juga pada Ibu.

Ibu                   : baiklah Pak saya setuju karna saya sangat butuh uang sekarang.

P. Iman            : tunggu ya Bu. Saya memanggil anak saya dulu. Lantungggggggg…….!!!!! Ke sini bawakan Bapak buku catatan gadai tanah dan juga kalkulator. Kalkulator bapak simpan dilaci samping televisi.

Alan                : ia Pak. (menjawab dari ruang televisi dan segera membawa buku dan kalkultor Bapaknya). Ini Pak, buku sama kalkulator ta.

P. Iman            : ia. Sekalian juga panggil Asis, saya mau suruh ki pergi lihat itu tanah.
           
Alan                : iya tapi tidak ku tau dimana ki Asis sekarang?

P. Iman            : cari mi dibelakang rumah, ku suruh ki tadi bersihkan rumput.
(Alan pun pergi kebelakang rumah untuk memanggil Asis)

Alan                : Asis tinggalkan mi dulu itu, ke ruang tamu sekarang na cari ki Bapak.

Asis                 : oh ie Tuan Muda. Tapi ini belum pi selesai.

Alan                : biar mi karna ada hal penting, perintah dari Bapak.
(mereka berdua pun meninggalkan halaman belakang menuju ruang tamu)

Asis                 : ia Tuan, katanya Tuan memanggil saya?

P.                      : sekarang pergi lihat tanah itu kemudian ukur, pasang patok sebagai tanda batas.
Asis : ia, Tuan.

            Setelah sepakat dengan Tuan Tanah akhirnya Sumarni dan Ibunya pulang ke rumah. Beberapa saat kemudian mereka pun telah sampai di rumahnya.

Sumarni           : ibu bagaimana dengan uang yang akan dikirim ke kakak?

Ibu                   : tunggu dulu Nak, sebagian uangnya Ibu simpan dulu baru setelah itu kita ke kantor pos.

Sumarni           : baiklah Bu.

            Seharian itu Sumarni dan Ibunya sangat sibuk setelah mengirim uang untuk Salampe mereka pun pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan pokok. Uang dari hasil gadai tanah mereka pergunakan untuk kebutuhan sehari-hari namun ada sebagian yang Ibu Sumarni simpan untuk jaga-jaga biaya kuliah ke dua anaknya. Malam hari….
Sumarni           : Ibu bagaimana jika kita hubungi kakak untuk memberitahukannya bahwa uangnya telah dikirim.

Ibu                   : ia anak ku, tadi juga ibu berpikir begitu.
(Sumarni pun menghubungi kakaknya)

sumarni            : halo, assalamu alaikum.

Salampe           : ya, kenapa sudah mi dikirim?

Sumarni           : ia, ini Ibu mau bicara. (memberikan ponsel pada Ibu)

Ibu                   : sudah  saya kirim uangnya, kamu bisa ambil di kantor Pos lalu bayar segala keperluan mu.

Salampe           : ia Bu, nanti besok saya ke kantor Pos untuk mengecek apakah uangnya sudah ada atau belum.

Ibu                   : ia Nak. Bagaimana kabar mu anakku? Kamu sehat kan? Jangan sampai kamu mengabaikan kesehatan mu karna terlalu sibuk pada kuliah mu.

Salampe           : Alhamdulillah Bu, anakmu di sini baik-baik saja. Ibu tak usah mengkhawatirkan ku, saya akan menjaga kesehatan. Ibu dan Sumarni bagaimana? Baik-baik saja kan?

Ibu                   : ia anak ku, aku dan adik mu sehat wal afiat. Besok adik mu akan pergi mengambil formulir, katanya dia juga ingin kuliah di Universitas yang sama dengan mu. Kalau bisa kamu jemput adik mu di terminal karna dia belum tahu jalan dan dia hanya sendiri dating ke kota.

Salampe           : oh begitu, jam berapa Sumarni akan berangkat dari rumah karna besok saya juga punya jadwal kuliah.

Ibu                   : adik mu berangkat subuh karna ibu mengantarnya sampai ke terminal dulu lalu ibu akan ke pasar membuka jualan.

Salampe           : ia Bu, saya akan usahakan datang ke terminal sebelum Sumarni tiba.

Ibu : baiklah Nak. Jaga adik mu. Hanya kamu yang bisa Ibu harapkan sebagai anak tertua, jadi kamu harus melindungi adik mu.

Salampe           : baik Ibu. Aku akan menjaga adik di sini. (percakapan mereka selesai)

            Terdengar samar kumandang adzan,menyeru untuk menghadap Ilahi bersyukur untuk segala kenikamatan yang ia rezkikan kepada hamba-Nya kemarin dan umur yang masih Ia berikan pada kita hari ini untuk melakukan segala aktifitas dan ibadah. Kumandang adzan yang  begitu halus terdengar membangunkan Sumarni dari tidurnya semalam. Meski dingin subuh masih menggelayut tubuh, Sumarni dengan sigapnya bangun dari tempat tidur. Hari ini adalah hari pertama ia memasuki masa-masa kuliah, semangat yang begitu membara dalam dirinya dan kesungguhan untuk menuntut ilmu sehingga mempersiapkan segala sesuatu yang akan dibawanya nanti ia persiapkan sendiri tanpa merepotkan Ibunya. Namun sebelum itu ia melaksanakan kewajiban ibadah shalat Shubuh. Tak lupa ia juga membangunkan Ibunya untuk shalat berjamaah.
            (setelah shalat Ibu memberikan nasihat kepada Sumarni sebelum berangkat)

Ibu                   : anak ku kemarilah, Ibu ingin bicara padamu.

Sumarni           : ia Ibu, setelah memasukkan buku ini. (menghampiri Ibu)

Ibu                   : anak ku, hari ini engkau akan berangkat untuk menuntut ilmu, disini Ibu akan mendoakan segala yang terbaik untuk mu dan juga kakakmu. Maka berikanlah yang terbaik untuk Ibu, jangan kecewakan Ibu karna Ibu sangat bangga pada kalian berdua. Setelah ini hari-hari Ibu akan menjadi sunyi, Ibu pasti akan sangat merindukan kamu Sumarni.

Sumarni           : ia Ibu, aku memohon doa restu semoga perjalanan saya sampai akhir kuliah tak ada hambatan. Dengan doa restumu Ibu ku, aku siap menggapai impian ku dan membuat Ibu bangga. Aku juga pasti akan sangat merindukan Ibu. Ibu pada saat nanti aku kembali, aku akan membawakan tanda keberhasilan ku, ini mungkin belum cukup untuk segala apa yang telah Ibu korbankan kepada ku. Namun, sebagai anakmu dengan cara inilah aku dapat menunjukkan rasa sayang dan abdiku kepadamu Ibu….

Ibu                   : baik-baiklah engkau disana anakku, raih impian mu, kejar kebehasilan   mu. Ibu merestui mu.

Sumarni : ia Bu. Kalau begitu mari kita berangkat ke terminal. (Sumarni dan Ibunya meninggalkan rumah menuju Terminal)

            Setelah perjalanan kurang lebih satu jam, dengan menumpangi mobil pengangkut sayur mereka pun tiba diterminal tepat pukul 06.00. sambil menunggu mobil yang akan ditumpangi Sumarni ke kota mereka berbincang-bincang.

Ibu : akhirnya engkau benar-benar akan pergi anak ku (saling memeluk dan mengeluarkan air mata, kata perpisahan yang hendak mereka ucapkan seolah tertahan dan hanya linangan air mata seolah menjadi saksi bisu perpisahan seorang anak dan Ibunya)

            Tak lama kemudian mobil yang akan ditumpangi Sumarni telah datang. Sumarni mengambil semua barang yang akan dibawanya. Dan untuk perpisahan ia mencium tangan Ibunya.

Sumarni           : Ibu jaga diri, jaga kesehatan Ibu, jangan paksakan diri Ibu untuk bekerja. Aku sangat sayang pada Ibu. (sumarni pergi)

­­­            Dengan sejuta impian yang ada dibenak Sumarni, ia pun melangkah dengan pasti disertai dengan keteguhan hati, dan rasa sayang yang teramat mendalam kepada Ibunya ia siap menghadapi segala rintangan yang mungkin akan ditemuinya nanti dikala ia sedang menuntut ilmu. Doa restu sang Ibu menjadi kekuatan besar dalam dirinya sehingga ia percaya suatu saat nanti ia dapat memberikan kebahagiaan kepada Ibu yang sangat dicintainya. Dalam perjalanan ia terus mengingat Ibunya, mengingat segala pengorbanan Ibunya, mulai dari ia dilahirkan, kenakalan-kenakalan masa kecilnya namun Ibunya tetap ikhlas untuk memberikan kasih sayang yang tulus layaknya seorang Ibu. Air mata Sumarni tak mampu ia bendung, ia sangat sedih meninggalkan Ibunya seorang diri. Baru kali ini Sumarni berpisah jauh dengan Ibunya.
            Setelah menempuh perjalan yang cukup lama dan panjang, Sumarni pun akhirnya tiba di terminal kota. Salampe juga telah tiba diterminal beberapa menit sebelumnya. Tidak lama kemudian mereka bertemu ditempat yang telah disepekati.
Salampe: akhirnya kamu tiba dengan selamat. Bagaimana dengan  Ibu, pasti ia sangat sedih karna melihat kepergian mu. (lalu mereka menuju ke rumah kost Salampe)
            Tak lama kemudian mereka pun sampai. Semua barang bawaan Sumarni, disimpan sementara dikamar kost Salampe sambil menunggu kamar kost untuk Sumarni. Mereka berdua berada dikompleks kost yang sama, jarak dari kampus pun tidak terlalu jauh. Dengan begitu Salampe menemani adiknya untuk mengambil formulir.

Sumarni           : kakak aku berniat untuk mengambil jurusan kesehatan karna itu sudah menjadi cita-cita ku.

Salampe           : ia, saya akan mengantarmu ke tempat pengambilan formulir jurusan kesehatan. Tapi kakak tidak bisa menemani kamu lama karna kakak juga punya kuliah.

Sumarni           : ia kak.

            Ditengah pembicaraan mereka datang seorang lelaki yang menghampiri Salampe dan menyapa Salampe.

Kordoba          : halo Bos, pacar baru lagi Bos ku? (Sumarni tersenyum sinis dan sangat heran mendengar sapaan orang itu kepada kakaknya)

Salampe           : sembarang ko bilang adekku ini, baru datang.

Kordoba          : oh adek ta Bos, tidak ku tau ki kodong. Bagaimana sebentar jadi ji?

Salampe           : apa sebentar kah? Kuliah toh?

Kordoba          : bukan Bos kira mauki ke kampus 2? (Salampe langsung menghentikan percakapannya dengan Kordoba karna ia takut ketahuan kelakuan yang sebenarnya selama ini)

Salampe           : masuk mi ambil formulir, saya juga mau ma ke kelas ku.

            Salampe pun meninggalkan Sumarni, ia dan Kordoba pergi ke tempat yang ia rencanakan. Kampus dua yang ia maksud bukanlah kampus yang sebenarnya melainkan tempat perkumpulan Salampe dan teman-temannya.
            Beberapa bulan kemudian akhirnya ia pun tahu bagaimana kakaknya yang sebenarnya. Uang yang dikirim oleh Ibunya beberapa hari yang lalu ternyata bukanlah dipergunakan untuk kebutuhan kuliah melainkan Salampe hanya mempergunakannya untuk berpoya-poya dengan teman-temannya.

Sumarni           : kakak saya ingin bertanya?

Salampe           : ia, ada apa?

Sumarni           : beberapa bulan sudah saya kuliah di sini, namun ada hal yang sangat ingin saya ketahui langsung dari kakak?

Salampe           : katakana saja.

Sumarni           : aku mendengar kalau kakak sebenarnya adalah preman kampus ini, kakak sangat jarang masuk kuliah, kakak hanya nongkrong dengan teman-teman kakak dikampus dua yang teman kakak maksud, kakak menghambur-hamburkan uang. Saya khawatir uang yang Ibu kirimkan kepada kakak waktu itu kakak juga hanya menggunakannya untuk poya-poya?

Salampe           : itu bukan urusan kamu, urus saja kuliahmu sendiri.

Sumarni           : kakak sama sekali tidak memikirkan ibu, ibu sudah membanting tulang hanya untuk kita kuliah supaya berhasil. Aku kecewa dengan kakak, rupanya kakak mengabaikan pesan dari ayah.

Salampe            : sudah kubilang itu bukan urusanmu. (salampe langsung meninggalkan adiknya)

            Di tempat lain ternyata Kordoba dan Asis berselisih paham. Dendam lama antar ke dua kelompok ini muncul lagi. Salampe mandapat informasi dari temannya yang lain bahwa Alan ingin menantang Salampe. Dengan emosi yang sangat tinggi akhirnya Salampe menemui Alan dan langsung menghajarnya, tanpa pikir panjang. Tawuran antarmahasiswa pun terjadi.
            Pengelolah kampus yang mengetahui hal ini bahwa telah terjadi tawuran mahasiswa langsung turun tangan dan melerai ke dua pihak Salampe dan Alan. Akibat membuat keributan Salampe diberi sanksi oleh pihak kampus skorsing selama 1 minggu dengan  teman-temannya yang ikut tawuran.

            Suasana belajar dikelas Sumarni…

Dosen : assalamu alaikum….
MS: waalaikumussalam.
Dosen : saya dengar kemarin ada tawuran, bagaimana itu bisa terjadi ? saya sebagai dosen mata kuliah Etika dan Budi Pakerti sangat prihatin.
Juminten : ia, Bu. Kakaknya Sumarni.
Kasmah : memang kakaknya Sumarni tapi itu tawuran kemarin tidak ada ji hubungannya sama Sumarni.
Juminten : ia tapi kakaknya, pasti ada ji juga sedikit sifat seperti kakaknya.
Kasmah : ko kenapa kah? Benci sekali sama Sumarni? Sedangkan orang kembar lagi masih beda ji sifatnya.
Dosen : sudah mi, jangan sampai ko lagi yang tawuran di sini. (meredakan suasana)
Sumarni : diam mki Kasmah, biar mi.
Dosen : ia, selanjutnya saya beri tugas untuk membuat makalah berjudul “Pentingnya Etika”… dikerjakan secara berkelompok minggu depan di kumpul. Baik Ibu pergi dulu, untuk hari ini cukup sekian. Wassalam. (meninggalkan ruangan)
Mahasiswa 1,2,dan 3 (teman baik juminten):
Mahasiswa 1: 1 klompok maki jimintan di’
Mahasiswa 2:saya mau ka satu kelompok sama sumarni deh karena lebih pintar ji sumarni dari pada juminten.
Mahasiswa 3:ia deh saya mau ka juga satu kelompok sama sumarni karena juminten nasuru jaki terus membayar makalah,orang kaya bede’  baru politik pedagang na pake biar uang 500 na tagi teruski. Gaya na ji.
sahabat juminten:ih tidak ada ji paksa ko mau satu kelompok sama juminten.rakyat jelata kam seupai
kasma:sudah mi jangan maki bertengkar terserah dari kalian mau masuk di kelompok mana.
           
Yusri Menyanyi

Tiba-tiba ponsel sumarni bordering dan mendapat kabar dari kampunnya.
Tetangga sumarni        : ass. Alkum bisa bicara dengan sumarni?

Sumarni           :ia,saya sendiri.

T.sumarni        : nak,ibu mu skrng sakit parah kalau bisa kamu harus pulang sekarang.
            Sumarni pun langsung menutup telponnya dan berlari-lari mencari kakaknya

Sumarni           :  kakak kita harus pulang sekarang kerena ibu sedang sakit parah di kampung.
Sumarni dan kakaknya bergegas langsung pulang kekampunnya
Beberapa jam kemudian sumarni dan kakaknya telah sampai di rumahnya,tampa mengetuk pintu rumahnya sumarni langsung menemui ibunya di kamar yang sedang terbaring lemas.

Sumarni           : ibu…..janganki tinggalkan ka,ibu harus kuat demi ke 2 anak mu ibu,siapa lagi yang akan mengurusi kami ber 2 kalau ibu pergi.
            Mendengar pembicaraan ke dua anaknya ibu membuka matanya dan memanggil2 kedua anaknya

Ibu                   : anakku salampe jika ibu telah tiada maka jagalah adikmu baik2,dan kamu sumarni haru mendengar perkataan kakakmu selama itu baik.

Sumarni           : ibu jangan berkata begitu,ibu harus sembuh dan melihat kami ber 2 berhasil.
Salampe           : ia ibu,maafkan aku selama ini aku tidak pernah membahagiakan ibu.

            Hanya itu yang sempat di katakana ibu sumarni,ia pun langsung meregang nyawa di pangkuan ke 2 anaknya.
            Dua bersaudara tersebut yang baru saja di tinggal oleh ibunya menangis sejadi-jadinya.
Setelah beberapa hari melewati mengalami duka yang sangat mendalam kini ia harus berjuang untuk kelangsunga hidupnya kedepan.

Sumarni           : kakak sekarang kita tinngal ber 2 ibu dan ayah telah tiada,sekarang kata tidak punya apa2 lagi saya harap kakak bisa berubah dan tidak mengulangi kesalahan kakak yang lalu.

Salampe           : ia adikku saya sangat menyesal dengan kelakuanku yang lalu,saya janji tidak akan mengulanginya lagi.

            Akhirnya salampe bisa merubah sikap buruknya yang lalu dan  kedua bersaudara tersebut berhasil telah mencapai gelar sarjananya.sumarni pun mendapat tawaran kerja di salah satu Rumah sakit swasta sebagai general menejer.dan salampe pun membuka usaha yang cukup terkenal di 
 daerahnya.





Readmore »» Mengejar Matahari Ke.II
Bacaan Selanjutnya - Mengejar Matahari Ke.II