“Mengejar
Matahari”
Mentari
pagi telah menampakkan sinarnya. Kuasan Sang Ilahi begitu cerah, tetesan embun
menyejukkan insan dunia, hembusan udara pagi menyapu lembut helai-helai daun.
Membuat keyakina hati untuk melangkah. Mimpi yang tertunda kemarin, hari ini
dengan keteguhan hati dan ketulusan doa suka dan duka telah ku lihat didepan
mata.
Itu
semua telah menjadi bagian hidup, kadanga kita berada pada satu titik terendah
namun itu bukanlah salah satu kelemahan kita tapi itu adalah untuk meraih titik
yang tertinggi…
Hari
itu menjadi sejarah terpenting dalam hidup Sumarni, karna setelah hari ini ia
akan benar-benar menjalani jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi. Masa-masa
kanak-kanaknya telah ia lewati dengan berbagai cerita mulai dari suka dan duka.
Semua telah ia rasakan.
Hari
ini hari pengumuman kelulusannya di SMA Negeri 1 Rawamangun.
Sumarni : ibu, malam ini
bertanya sesuatu pada ibu, apa boleh?
Ibu :
(sambil tersenyum) bertanyalah anak ku, apa yang ingin kau katakana?
Sumarni : begini bu, kemarin aku telah melewati masa SMA ku
dan aku mempunyai rencana ingin melanjutkan pendidikan ku ke jenjang lebih
tinggi. Apakah ibu sanggup?
Ibu :
iya anak ku, Ibu sudah mengerti maksud dari perkataan mu. Sebenarnya dari kemarin-kemarin
ibu juga telah memikirkan hal ini.
Sumarni : jadi bagaimana keputusan ibu? Aku tak apa Bu jika harus
tidak melanjutkan pendidikan ku. Apa lagi kakak juga sekarang sangat
membutuhkan biaya untuk menyelesaikan kuliahnya.
Ibu :
Tidak nak! Ibu akan berusaha semampu Ibu. Bagaimana pun caranya kalian harus
tetap melanjutkan kuliah dan meraih cita-cita. Kuliah jugakan untuk masa depan
kalian sendiri. Kita I I sudah hidup miskin apa lagi yang bisa kita banggakan
selain dari ilmu.
Ditengah perbincangan Sumarni dan Ibunya
tiba-tiba terdengar deringan ponsel yang memecah keheningan malam.
Kring…kring…kring…kringg…kringg.
Ibu :
coba lihat Nak, siapa tahu kakak mu yang menelpon.
Sumarni : iya bu.
Sumarni pun mengambil ponsel tersebut.
Sumarni : halo.
Salampe : marni berikan ponsel itu pada ibu. Aku ingin bicara.
Sumarni pun memberikan ponsel itu
pada Ibunya..
Sumarni : ibu ini telpon dari kakak. Katanya ada yang ingin
dibicarakan.
ibu mengambil ponsel itu.
Ibu
: iya nak ada apa?
Salampe : begini Bu, kuliah saya kan sudah hampir selesai. Jadi
saya butuh uang untuk menyusun skripsi. Bisa tidak Ibu mengirim uang besok. 2
juta. Tambahannya uang jajan saya juga sudah habis, ditambah lagi uang SMOKING
dan online.
Ibu :
Baiklah Nak, Ibu akan usahakan, semoga uangnya bisa saya kirim besok.
Salampe : oke Bu. Assalamu alaikum.
Pembicaraan Ibu dan Salampe pun
berakhir.
Sumarni : apa kata kakak Bu? Apa dia baik-baik saja?
Ibu
: ia anak ku, kakak mu baik-baik saja. Hanya saja dia meminta uang untuk
keperluan akhir kuliahnya.
Sumarni : jadi bagaimana Bu?
Ibu :
Besok Ibu berencana untuk menjual sepetak kebun yang yelah diwarisakan ayah mu,
Ibu pikir itu cukup untuk biaya mu masuk kuliah dan juga untuk kakak mu.
Sumarni : tapi ibu, itukan warisan stu-satunya dari Ayah.
Ibu
: Demi kau dan kakakmu, apa pun Ibu akan lakukan.
Sumarni : terima kasih Ibu, Sumarni janji akan bersungguh-sungguh
dalam mancari ilmu.
(Sumarni mencium telapak tangan
Ibunya)
Esok hari, Ibu dan Sumarni pun berangkat ke rumah Tuan Tanah yang memang
sebenarnya sudah lama menyampaikan keinginannya untuk membeli tanah Ibu
Sumarni.
Ibu : Assalamu Alaikum… (3x)
Anak Tuan Tanah (Andi Lantung Petta
Iman) membuka pintu… Alan membuka pintu dan langsung menatap Sumarni tanpa
berkedip, ia begitu terpesona oleh keanggunan Sumarni.
Ibu
: apakah Ayah mu ada di rumah? Bisa saya bertemu dengannya?
Alan pun langsung tersentak dari
khayalannya tentang Sumarni…
Alan
: Ada perlu apa dengan ayah ku? Ia sedang sibuk mengurus tanah-tanahnya.
Ibu
: aku ingin membicarakan tentang tanah ku yang ingin ku gadaikan.
Alan : Ibu silahkan masuk dulu, saya akan memanggil Etta
ku.
Alan pun meninggalkan Sumarni dan Ibunya di ruang tamu untuk memanggil Ettanya
yang berada di ruang tengah.
Alan : etta…. (memanggil berkali-kali dengan suara keras)
P. Iman : ada apa kamu ini Alan? Berteriak-teriak begitu, habis
lihat setan kamu?
Alan
: tidak Etta, ada tamu ta, mau ki na gadaikan tanahnya?
P. Iman : ummm…. Tunggu etta cuci tangan dulu. (Menuju ruang
tamu menemui Ibu Sumarni….)
Sesampainya di ruang tamu, Ibu
Sumarni pun langsung menagatakan niatnya untuk menggadaikan tanahnya.
Ibu :
begini Pak, niat saya datang kesini untuk menggadaikan tanah yang pernah Bapak
tanyakan waktu itu.
P. Iman : oh begitu, jadi kamu telah berubah pikiran untuk
menjualnya?
Ibu
: sebenarnya, saya belum berniat untuk menjual tanah itu, sekarang ini saya
hanya ingin menggadaikannya karna sekarang saya benar-benar butuh uang untuk
keperluan kuliah anak saya.
P. Iman : oh begitu, kalau digadaikan apakah kamu sanggup untuk
membayarnya bunganya per bulan.
Ibu
: Insya Allah, saya telah memikirkan itu. Keuntungan saya dari berjualan di
pasar semoga mencukupi untuk membayar bunganya.
P. Iman : memangnya berapa uang yang
Ibu butuhkan?
Ibu : saya butuh Rp.15.000.000.
P. Iman : Ibu ini bagaimana? Luas tanah itu kan tidak seberapa.
Jadi saya hanya bisa memberikan Ibu Rp.10.000.000 dengan bunga 10% per tahun.
Kalau Ibu mau saya akan mengambil dan memberikan uangnya sekarang juga pada
Ibu.
Ibu :
baiklah Pak saya setuju karna saya sangat butuh uang sekarang.
P. Iman : tunggu ya Bu. Saya memanggil anak saya dulu.
Lantungggggggg…….!!!!! Ke sini bawakan Bapak buku catatan gadai tanah dan juga
kalkulator. Kalkulator bapak simpan dilaci samping televisi.
Alan : ia Pak. (menjawab dari ruang televisi dan segera
membawa buku dan kalkultor Bapaknya). Ini Pak, buku sama kalkulator ta.
P. Iman : ia. Sekalian juga panggil Asis, saya mau suruh ki pergi
lihat itu tanah.
Alan : iya tapi tidak ku tau dimana ki Asis sekarang?
P. Iman : cari mi dibelakang rumah, ku suruh ki tadi bersihkan
rumput.
(Alan pun pergi kebelakang rumah
untuk memanggil Asis)
Alan
: Asis tinggalkan mi dulu itu, ke ruang tamu sekarang na cari ki Bapak.
Asis
: oh ie Tuan Muda. Tapi ini belum pi selesai.
Alan : biar mi karna ada hal penting, perintah dari Bapak.
(mereka berdua pun meninggalkan
halaman belakang menuju ruang tamu)
Asis : ia Tuan, katanya Tuan memanggil saya?
P. : sekarang pergi lihat tanah itu kemudian
ukur, pasang patok sebagai tanda batas.
Asis : ia, Tuan.
Setelah sepakat dengan Tuan Tanah akhirnya Sumarni dan Ibunya pulang ke rumah.
Beberapa saat kemudian mereka pun telah sampai di rumahnya.
Sumarni : ibu bagaimana dengan uang yang akan dikirim ke kakak?
Ibu
: tunggu dulu Nak, sebagian uangnya Ibu simpan dulu baru setelah itu kita ke
kantor pos.
Sumarni : baiklah Bu.
Seharian itu Sumarni dan Ibunya sangat
sibuk setelah mengirim uang untuk Salampe mereka pun pergi ke pasar untuk
membeli kebutuhan pokok. Uang dari hasil gadai tanah mereka pergunakan untuk
kebutuhan sehari-hari namun ada sebagian yang Ibu Sumarni simpan untuk
jaga-jaga biaya kuliah ke dua anaknya. Malam
hari….
Sumarni : Ibu bagaimana jika kita hubungi kakak untuk
memberitahukannya bahwa uangnya telah dikirim.
Ibu :
ia anak ku, tadi juga ibu berpikir begitu.
(Sumarni pun menghubungi kakaknya)
sumarni : halo, assalamu alaikum.
Salampe : ya, kenapa sudah mi dikirim?
Sumarni : ia, ini Ibu mau bicara. (memberikan ponsel pada Ibu)
Ibu
: sudah saya kirim uangnya, kamu bisa ambil di kantor Pos lalu bayar
segala keperluan mu.
Salampe : ia Bu, nanti besok saya ke kantor Pos untuk mengecek
apakah uangnya sudah ada atau belum.
Ibu :
ia Nak. Bagaimana kabar mu anakku? Kamu sehat kan? Jangan sampai kamu
mengabaikan kesehatan mu karna terlalu sibuk pada kuliah mu.
Salampe : Alhamdulillah Bu, anakmu di sini baik-baik saja. Ibu
tak usah mengkhawatirkan ku, saya akan menjaga kesehatan. Ibu dan Sumarni
bagaimana? Baik-baik saja kan?
Ibu :
ia anak ku, aku dan adik mu sehat wal afiat. Besok adik mu akan pergi mengambil
formulir, katanya dia juga ingin kuliah di Universitas yang sama dengan mu.
Kalau bisa kamu jemput adik mu di terminal karna dia belum tahu jalan dan dia
hanya sendiri dating ke kota.
Salampe : oh begitu, jam berapa Sumarni akan berangkat dari rumah
karna besok saya juga punya jadwal kuliah.
Ibu
: adik mu berangkat subuh karna ibu mengantarnya sampai ke terminal dulu lalu
ibu akan ke pasar membuka jualan.
Salampe : ia Bu, saya akan usahakan datang ke terminal sebelum
Sumarni tiba.
Ibu : baiklah Nak. Jaga adik mu.
Hanya kamu yang bisa Ibu harapkan sebagai anak tertua, jadi kamu harus
melindungi adik mu.
Salampe : baik Ibu. Aku akan menjaga adik di sini. (percakapan
mereka selesai)
Terdengar samar kumandang adzan,menyeru untuk menghadap Ilahi bersyukur untuk
segala kenikamatan yang ia rezkikan kepada hamba-Nya kemarin dan umur yang
masih Ia berikan pada kita hari ini untuk melakukan segala aktifitas dan
ibadah. Kumandang adzan yang begitu halus terdengar membangunkan Sumarni
dari tidurnya semalam. Meski dingin subuh masih menggelayut tubuh, Sumarni
dengan sigapnya bangun dari tempat tidur. Hari ini adalah hari pertama ia memasuki
masa-masa kuliah, semangat yang begitu membara dalam dirinya dan kesungguhan
untuk menuntut ilmu sehingga mempersiapkan segala sesuatu yang akan dibawanya
nanti ia persiapkan sendiri tanpa merepotkan Ibunya. Namun sebelum itu ia
melaksanakan kewajiban ibadah shalat Shubuh. Tak lupa ia juga membangunkan
Ibunya untuk shalat berjamaah.
(setelah shalat Ibu memberikan nasihat kepada Sumarni sebelum berangkat)
Ibu
: anak ku kemarilah, Ibu ingin bicara padamu.
Sumarni : ia Ibu, setelah memasukkan buku ini. (menghampiri Ibu)
Ibu
: anak ku, hari ini engkau akan berangkat untuk menuntut ilmu, disini Ibu akan
mendoakan segala yang terbaik untuk mu dan juga kakakmu. Maka berikanlah yang
terbaik untuk Ibu, jangan kecewakan Ibu karna Ibu sangat bangga pada kalian
berdua. Setelah ini hari-hari Ibu akan menjadi sunyi, Ibu pasti akan sangat
merindukan kamu Sumarni.
Sumarni : ia Ibu, aku memohon doa restu semoga perjalanan saya
sampai akhir kuliah tak ada hambatan. Dengan doa restumu Ibu ku, aku siap menggapai
impian ku dan membuat Ibu bangga. Aku juga pasti akan sangat merindukan Ibu.
Ibu pada saat nanti aku kembali, aku akan membawakan tanda keberhasilan ku, ini
mungkin belum cukup untuk segala apa yang telah Ibu korbankan kepada ku. Namun,
sebagai anakmu dengan cara inilah aku dapat menunjukkan rasa sayang dan abdiku
kepadamu Ibu….
Ibu
: baik-baiklah engkau disana anakku, raih impian mu, kejar
kebehasilan mu. Ibu merestui mu.
Sumarni : ia Bu. Kalau begitu mari
kita berangkat ke terminal. (Sumarni dan Ibunya meninggalkan rumah menuju
Terminal)
Setelah perjalanan kurang lebih satu jam,
dengan menumpangi mobil pengangkut sayur mereka pun tiba diterminal tepat pukul
06.00. sambil menunggu mobil yang akan ditumpangi Sumarni ke kota mereka berbincang-bincang.
Ibu : akhirnya engkau benar-benar
akan pergi anak ku (saling memeluk dan mengeluarkan air mata, kata
perpisahan yang hendak mereka ucapkan seolah tertahan dan hanya linangan air
mata seolah menjadi saksi bisu perpisahan seorang anak dan Ibunya)
Tak lama kemudian mobil yang akan ditumpangi Sumarni telah datang. Sumarni
mengambil semua barang yang akan dibawanya. Dan untuk perpisahan ia mencium
tangan Ibunya.
Sumarni : Ibu jaga diri, jaga kesehatan Ibu, jangan paksakan diri
Ibu untuk bekerja. Aku sangat sayang pada Ibu. (sumarni pergi)
Dengan sejuta impian yang ada dibenak Sumarni, ia pun melangkah dengan pasti
disertai dengan keteguhan hati, dan rasa sayang yang teramat mendalam kepada
Ibunya ia siap menghadapi segala rintangan yang mungkin akan ditemuinya nanti
dikala ia sedang menuntut ilmu. Doa restu sang Ibu menjadi kekuatan besar dalam
dirinya sehingga ia percaya suatu saat nanti ia dapat memberikan kebahagiaan
kepada Ibu yang sangat dicintainya. Dalam perjalanan ia terus mengingat Ibunya,
mengingat segala pengorbanan Ibunya, mulai dari ia dilahirkan,
kenakalan-kenakalan masa kecilnya namun Ibunya tetap ikhlas untuk memberikan
kasih sayang yang tulus layaknya seorang Ibu. Air mata Sumarni tak mampu ia
bendung, ia sangat sedih meninggalkan Ibunya seorang diri. Baru kali ini
Sumarni berpisah jauh dengan Ibunya.
Setelah menempuh perjalan yang cukup lama dan panjang, Sumarni pun akhirnya
tiba di terminal kota. Salampe juga telah tiba diterminal beberapa menit
sebelumnya. Tidak lama kemudian mereka bertemu ditempat yang telah disepekati.
Salampe: akhirnya kamu tiba dengan selamat. Bagaimana
dengan Ibu, pasti ia sangat sedih karna melihat kepergian mu. (lalu mereka menuju ke rumah kost Salampe)
Tak lama kemudian mereka pun sampai. Semua barang bawaan Sumarni, disimpan
sementara dikamar kost Salampe sambil menunggu kamar kost untuk Sumarni. Mereka
berdua berada dikompleks kost yang sama, jarak dari kampus pun tidak terlalu
jauh. Dengan begitu Salampe menemani adiknya untuk mengambil formulir.
Sumarni : kakak aku berniat untuk mengambil jurusan kesehatan
karna itu sudah menjadi cita-cita ku.
Salampe : ia, saya akan mengantarmu ke tempat pengambilan formulir
jurusan kesehatan. Tapi kakak tidak bisa menemani kamu lama karna kakak juga
punya kuliah.
Sumarni : ia kak.
Ditengah pembicaraan mereka datang
seorang lelaki yang menghampiri Salampe dan menyapa Salampe.
Kordoba : halo Bos, pacar baru lagi Bos ku? (Sumarni tersenyum
sinis dan sangat heran mendengar sapaan orang itu kepada kakaknya)
Salampe : sembarang ko bilang adekku ini, baru datang.
Kordoba : oh adek ta Bos, tidak ku tau ki kodong. Bagaimana
sebentar jadi ji?
Salampe : apa sebentar kah? Kuliah toh?
Kordoba : bukan Bos kira mauki ke kampus 2? (Salampe langsung
menghentikan percakapannya dengan Kordoba karna ia takut ketahuan kelakuan yang
sebenarnya selama ini)
Salampe : masuk mi ambil formulir, saya juga mau ma ke kelas ku.
Salampe pun meninggalkan Sumarni, ia dan Kordoba pergi ke tempat yang ia
rencanakan. Kampus dua yang ia maksud bukanlah kampus yang sebenarnya melainkan
tempat perkumpulan Salampe dan teman-temannya.
Beberapa bulan kemudian akhirnya ia pun tahu bagaimana kakaknya yang
sebenarnya. Uang yang dikirim oleh Ibunya beberapa hari yang lalu ternyata
bukanlah dipergunakan untuk kebutuhan kuliah melainkan Salampe hanya
mempergunakannya untuk berpoya-poya dengan teman-temannya.
Sumarni : kakak saya ingin bertanya?
Salampe : ia, ada apa?
Sumarni : beberapa bulan sudah saya kuliah di sini, namun ada hal
yang sangat ingin saya ketahui langsung dari kakak?
Salampe : katakana saja.
Sumarni : aku mendengar kalau kakak sebenarnya adalah preman kampus
ini, kakak sangat jarang masuk kuliah, kakak hanya nongkrong dengan teman-teman
kakak dikampus dua yang teman kakak maksud, kakak menghambur-hamburkan uang.
Saya khawatir uang yang Ibu kirimkan kepada kakak waktu itu kakak juga hanya
menggunakannya untuk poya-poya?
Salampe : itu bukan urusan kamu, urus saja kuliahmu sendiri.
Sumarni : kakak sama sekali tidak memikirkan ibu, ibu sudah
membanting tulang hanya untuk kita kuliah supaya berhasil. Aku kecewa dengan
kakak, rupanya kakak mengabaikan pesan dari ayah.
Salampe : sudah kubilang itu
bukan urusanmu. (salampe langsung meninggalkan adiknya)
Di tempat lain ternyata Kordoba dan Asis berselisih paham. Dendam lama antar ke
dua kelompok ini muncul lagi. Salampe mandapat informasi dari temannya yang
lain bahwa Alan ingin menantang Salampe. Dengan emosi yang sangat tinggi
akhirnya Salampe menemui Alan dan langsung menghajarnya, tanpa pikir panjang.
Tawuran antarmahasiswa pun terjadi.
Pengelolah kampus yang mengetahui hal ini bahwa telah terjadi tawuran mahasiswa
langsung turun tangan dan melerai ke dua pihak Salampe dan Alan. Akibat membuat
keributan Salampe diberi sanksi oleh pihak kampus skorsing selama 1 minggu
dengan teman-temannya yang ikut tawuran.
Suasana belajar dikelas Sumarni…
Dosen : assalamu alaikum….
MS: waalaikumussalam.
Dosen : saya dengar
kemarin ada tawuran, bagaimana itu bisa terjadi ? saya sebagai dosen mata
kuliah Etika dan Budi Pakerti sangat prihatin.
Juminten : ia, Bu.
Kakaknya Sumarni.
Kasmah : memang kakaknya
Sumarni tapi itu tawuran kemarin tidak ada ji hubungannya sama Sumarni.
Juminten : ia tapi
kakaknya, pasti ada ji juga sedikit sifat seperti kakaknya.
Kasmah : ko kenapa kah?
Benci sekali sama Sumarni? Sedangkan orang kembar lagi masih beda ji sifatnya.
Dosen : sudah mi, jangan
sampai ko lagi yang tawuran di sini. (meredakan suasana)
Sumarni : diam mki Kasmah,
biar mi.
Dosen : ia, selanjutnya
saya beri tugas untuk membuat makalah berjudul “Pentingnya Etika”… dikerjakan
secara berkelompok minggu depan di kumpul. Baik Ibu pergi dulu, untuk hari ini
cukup sekian. Wassalam. (meninggalkan ruangan)
Mahasiswa 1,2,dan 3 (teman
baik juminten):
Mahasiswa 1: 1 klompok
maki jimintan di’
Mahasiswa 2:saya mau ka
satu kelompok sama sumarni deh karena lebih pintar ji sumarni dari pada
juminten.
Mahasiswa 3:ia deh saya
mau ka juga satu kelompok sama sumarni karena juminten nasuru jaki terus
membayar makalah,orang kaya bede’ baru politik pedagang na pake biar uang
500 na tagi teruski. Gaya na ji.
sahabat juminten:ih tidak
ada ji paksa ko mau satu kelompok sama juminten.rakyat jelata kam seupai
kasma:sudah mi jangan maki
bertengkar terserah dari kalian mau masuk di kelompok mana.
Yusri
Menyanyi
Tiba-tiba ponsel sumarni bordering
dan mendapat kabar dari kampunnya.
Tetangga sumarni : ass. Alkum bisa bicara dengan sumarni?
Sumarni :ia,saya sendiri.
T.sumarni : nak,ibu mu skrng sakit parah kalau bisa kamu harus pulang
sekarang.
Sumarni pun langsung menutup telponnya dan berlari-lari mencari kakaknya
Sumarni : kakak kita harus
pulang sekarang kerena ibu sedang sakit parah di kampung.
Sumarni
dan kakaknya bergegas langsung pulang kekampunnya
Beberapa
jam kemudian sumarni dan kakaknya telah sampai di rumahnya,tampa mengetuk pintu
rumahnya sumarni langsung menemui ibunya di kamar yang sedang terbaring lemas.
Sumarni : ibu…..janganki tinggalkan ka,ibu harus kuat demi ke 2
anak mu ibu,siapa lagi yang akan mengurusi kami ber 2 kalau ibu pergi.
Mendengar pembicaraan ke dua anaknya ibu membuka matanya dan memanggil2 kedua
anaknya
Ibu :
anakku salampe jika ibu telah tiada maka jagalah adikmu baik2,dan kamu sumarni
haru mendengar perkataan kakakmu selama itu baik.
Sumarni : ibu jangan berkata begitu,ibu harus sembuh dan melihat
kami ber 2 berhasil.
Salampe : ia ibu,maafkan aku selama ini aku tidak pernah
membahagiakan ibu.
Hanya itu yang sempat di katakana ibu sumarni,ia pun langsung meregang nyawa di
pangkuan ke 2 anaknya.
Dua bersaudara tersebut yang baru saja di tinggal oleh ibunya menangis
sejadi-jadinya.
Setelah beberapa hari melewati
mengalami duka yang sangat mendalam kini ia harus berjuang untuk kelangsunga
hidupnya kedepan.
Sumarni : kakak sekarang kita tinngal ber 2 ibu dan ayah telah
tiada,sekarang kata tidak punya apa2 lagi saya harap kakak bisa berubah dan
tidak mengulangi kesalahan kakak yang lalu.
Salampe : ia adikku saya sangat menyesal dengan kelakuanku yang
lalu,saya janji tidak akan mengulanginya lagi.
Akhirnya salampe bisa merubah sikap buruknya yang lalu dan kedua
bersaudara tersebut berhasil telah mencapai gelar sarjananya.sumarni pun
mendapat tawaran kerja di salah satu Rumah sakit swasta sebagai general
menejer.dan salampe pun membuka usaha yang cukup terkenal di
daerahnya.