“Mengejar
Matahari”
Mentari pagi telah menampakkan sinarnya.
Kuasan Sang Ilahi begitu cerah, tetesan embun menyejukkan insan dunia, hembusan
udara pagi menyapu lembut helai-helai daun. Membuat keyakina hati untuk
melangkah. Mimpi yang tertunda kemarin, hari ini dengan keteguhan hati dan
ketulusan doa suka dan duka telah ku lihat didepan mata.
Itu
semua telah menjadi bagian hidup, kadanga kita berada pada satu titik terendah
namun itu bukanlah salah satu kelemahan kita tapi itu adalah untuk meraih titik
yang tertinggi…
Hari
itu menjadi sejarah terpenting dalam hidup Sumarni, karna setelah hari ini ia
akan benar-benar menjalani jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi. Masa-masa
kanak-kanaknya telah ia lewati dengan berbagai cerita mulai dari suka dan duka.
Semua telah ia rasakan.
Hari
ini hari pengumuman kelulusannya di SMA Negeri 1 Rawamangun.
Sumarni : ibu, malam
ini bertanya sesuatu pada ibu, apa boleh?
Ibu : (sambil
tersenyum) bertanyalah anak ku, apa yang ingin kau katakana?
Sumarni : begini bu,
kemarin aku telah melewati masa SMA ku
dan aku mempunyai rencana ingin melanjutkan pendidikan ku ke jenjang lebih
tinggi. Apakah ibu sanggup?
Ibu : iya anak ku, Ibu
sudah mengerti maksud dari perkataan mu. Sebenarnya dari kemarin-kemarin ibu
juga telah memikirkan hal ini.
Sumarni : jadi
bagaimana keputusan ibu? Aku tak apa Bu jika harus tidak melanjutkan pendidikan
ku. Apa lagi kakak juga sekarang sangat membutuhkan biaya untuk menyelesaikan
kuliahnya.
Ibu : Tidak nak! Ibu
akan berusaha semampu Ibu. Bagaimana pun caranya kalian harus tetap melanjutkan
kuliah dan meraih cita-cita. Kuliah jugakan untuk masa depan kalian sendiri.
Kita I I sudah hidup miskin apa lagi yang bisa kita banggakan selain dari ilmu.
Ditengah perbincangan Sumarni dan Ibunya tiba-tiba
terdengar deringan ponsel yang memecah keheningan malam.
Kring…kring…kring…kringg…kringg.
Ibu : coba lihat Nak,
siapa tahu kakak mu yang menelpon.
Sumarni :iya bu.
Sumarni pun mengambil
ponsel tersebut.
Sumarni : halo.
Salampe : marni berikan
ponsel itu pada ibu. Aku ingin bicara.
Sumarni
pun memberikan ponsel itu pada Ibunya..
Sumarni : ibu ini
telpon dari kakak. Katanya ada yang ingin dibicarakan.
ibu
mengambil ponsel itu.
Ibu : iya nak ada apa?
Salampe : begini Bu,
kuliah saya kan sudah hampir selesai. Jadi saya butuh uang untuk menyusun
skripsi. Bisa tidak Ibu mengirim uang besok. 2 juta. Tambahannya uang jajan
saya juga sudah habis, ditambah lagi uang SMOKING dan online.
Ibu : Baiklah Nak, Ibu
akan usahakan, semoga uangnya bisa saya kirim besok.
Salampe : oke Bu.
Assalamu alaikum.
Pembicaraan
Ibu dan Salampe pun berakhir.
Sumarni : apa kata
kakak Bu? Apa dia baik-baik saja?
Ibu : ia anak ku, kakak
mu baik-baik saja. Hanya saja dia meminta uang untuk keperluan akhir kuliahnya.
Sumarni : jadi
bagaimana Bu?
Ibu : Besok Ibu
berencana untuk menjual sepetak kebun yang yelah diwarisakan ayah mu, Ibu pikir
itu cukup untuk biaya mu masuk kuliah dan juga untuk kakak mu.
Sumarni : tapi ibu,
itukan warisan stu-satunya dari Ayah.
Ibu : Demi kau dan
kakakmu, apa pun Ibu akan lakukan.
Sumarni : terima kasih
Ibu, Sumarni janji akan bersungguh-sungguh dalam mancari ilmu.
(Sumarni
mencium telapak tangan Ibunya)
Esok hari, Ibu dan Sumarni pun berangkat ke rumah Tuan
Tanah yang memang sebenarnya sudah lama menyampaikan keinginannya untuk membeli
tanah Ibu Sumarni.
Ibu : Assalamu Alaikum…
(3x)
Anak
Tuan Tanah (Andi Lantung Petta Iman) membuka pintu… Alan membuka pintu dan
langsung menatap Sumarni tanpa berkedip, ia begitu terpesona oleh keanggunan Sumarni.
Ibu : apakah Ayah mu
ada di rumah? Bisa saya bertemu dengannya?
Alan
pun langsung tersentak dari khayalannya tentang Sumarni…
Alan : Ada perlu apa
dengan ayah ku? Ia sedang sibuk mengurus tanah-tanahnya.
Ibu : aku ingin
membicarakan tentang tanah ku yang ingin ku gadaikan.
Alan : Ibu silahkan
masuk dulu, saya akan memanggil Etta ku.
Alan pun meninggalkan Sumarni dan
Ibunya di ruang tamu untuk memanggil Ettanya yang berada di ruang tengah.
Alan : etta….
(memanggil berkali-kali dengan suara keras)
P. Iman : ada apa kamu
ini Alan? Berteriak-teriak begitu, habis lihat setan kamu?
Alan : tidak Etta, ada
tamu ta, mau ki na gadaikan tanahnya?
P. Iman : ummm…. Tunggu
etta cuci tangan dulu. (Menuju ruang tamu
menemui Ibu Sumarni….)
Sesampainya
di ruang tamu, Ibu Sumarni pun langsung menagatakan niatnya untuk menggadaikan
tanahnya.
Ibu : begini Pak, niat
saya datang kesini untuk menggadaikan tanah yang pernah Bapak tanyakan waktu
itu.
P. Iman : oh begitu,
jadi kamu telah berubah pikiran untuk menjualnya?
Ibu : sebenarnya, saya
belum berniat untuk menjual tanah itu, sekarang ini saya hanya ingin
menggadaikannya karna sekarang saya benar-benar butuh uang untuk keperluan
kuliah anak saya.
P. Iman : oh begitu,
kalau digadaikan apakah kamu sanggup untuk membayarnya bunganya per bulan.
Ibu : Insya Allah, saya
telah memikirkan itu. Keuntungan saya dari berjualan di pasar semoga mencukupi
untuk membayar bunganya.
P. Iman : memangnya
berapa uang yang Ibu butuhkan?
Ibu : saya butuh
Rp.30.000.000.
P. Iman : Ibu ini
bagaimana? Luas tanah itu kan tidak seberapa. Jadi saya hanya bisa memberikan
Ibu Rp.20.000.000 dengan bunga Rp300.000 selama 3 tahun. Kalau Ibu mau saya
akan mengambil dan memberikan uangnya sekarang juga pada Ibu.
Ibu : baiklah Pak saya
setuju karna saya sangat butuh uang sekarang.
P. Iman : tunggu ya Bu.
Saya memanggil anak saya dulu. Lantungggggggg…….!!!!! Ke sini bawakan Bapak
buku catatan gadai tanah dan juga kalkulator. Kalkulator bapak simpan dilaci
samping televisi.
Alan : ia Pak. (menjawab dari ruang televisi dan segera
membawa buku dan kalkultor Bapaknya). Ini Pak, buku sama kalkulator ta.
P. Iman : ia. Sekalian
juga panggil Asis, saya mau suruh ki pergi lihat itu tanah.
Alan : iya tapi tidak
ku tau dimana ki Asis sekarang?
P. Iman : cari mi
dibelakang rumah, ku suruh ki tadi bersihkan rumput.
(Alan
pun pergi kebelakang rumah untuk memanggil Asis)
Alan : Asis tinggalkan
mi dulu itu, ke ruang tamu sekarang na cari ki Bapak.
Asis : oh ie Tuan Muda.
Tapi ini belum pi selesai.
Alan : biar mi karna
ada hal penting, perintah dari Bapak.
(mereka
berdua pun meninggalkan halaman belakang menuju ruang tamu)
Asis : ia Tuan, katanya
Tuan memanggil saya?
P. IMan : sekarang
pergi lihat tanah itu kemudian ukur, pasang patok sebagai tanda batas.
Asis
: ia, Tuan.
Setelah
sepakat dengan Tuan Tanah akhirnya Sumarni dan Ibunya pulang ke rumah. Beberapa
saat kemudian mereka pun telah sampai di rumahnya.
Sumarni : ibu bagaimana dengan uang yang akan
dikirim ke kakak?
Ibu : tunggu dulu Nak, sebagian uangnya Ibu simpan
dulu baru setelah itu kita ke kantor pos.
Sumarni : baiklah Bu.
Seharian itu Sumarni dan Ibunya sangat sibuk setelah
mengirim uang untuk Salampe mereka pun pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan
pokok. Uang dari hasil gadai tanah mereka pergunakan untuk kebutuhan
sehari-hari namun ada sebagian yang Ibu Sumarni simpan untuk jaga-jaga biaya
kuliah ke dua anaknya.
Malam hari….
Sumarni : Ibu bagaimana
jika kita hubungi kakak untuk memberitahukannya bahwa uangnya telah dikirim.
Ibu : ia anak ku, tadi
juga ibu berpikir begitu.
(Sumarni
pun menghubungi kakaknya)
sumarni : halo,
assalamu alaikum.
Salampe : ya, kenapa
sudah mi dikirim?
Sumarni : ia, ini Ibu
mau bicara. (memberikan ponsel pada Ibu)
Ibu : sudah saya kirim uangnya, kamu bisa ambil di kantor
Pos lalu bayar segala keperluan mu.
Salampe : ia Bu, nanti
besok saya ke kantor Pos untuk mengecek apakah uangnya sudah ada atau belum.
Ibu : ia Nak. Bagaimana
kabar mu anakku? Kamu sehat kan? Jangan sampai kamu mengabaikan kesehatan mu
karna terlalu sibuk pada kuliah mu.
Salampe : Alhamdulillah
Bu, anakmu di sini baik-baik saja. Ibu tak usah mengkhawatirkan ku, saya akan
menjaga kesehatan. Ibu dan Sumarni bagaimana? Baik-baik saja kan?
Ibu : ia anak ku, aku
dan adik mu sehat wal afiat. Besok adik mu akan pergi mengambil formulir,
katanya dia juga ingin kuliah di Universitas yang sama dengan mu. Kalau bisa
kamu jemput adik mu di terminal karna dia belum tahu jalan dan dia hanya
sendiri dating ke kota.
Salampe : oh begitu,
jam berapa Sumarni akan berangkat dari rumah karna besok saya juga punya jadwal
kuliah.
Ibu : adik mu berangkat
subuh karna ibu mengantarnya sampai ke terminal dulu lalu ibu akan ke pasar
membuka jualan.
Salampe : ia Bu, saya
akan usahakan datang ke terminal sebelum Sumarni tiba.
Ibu : baiklah Nak. Jaga
adik mu. Hanya kamu yang bisa Ibu harapkan sebagai anak tertua, jadi kamu harus
melindungi adik mu.
Salampe
: baik Ibu. Aku akan menjaga adik di sini. (percakapan
mereka selesai)
Terdengar
samar kumandang adzan,menyeru untuk menghadap Ilahi bersyukur untuk segala
kenikamatan yang ia rezkikan kepada hamba-Nya kemarin dan umur yang masih Ia
berikan pada kita hari ini untuk melakukan segala aktifitas dan ibadah.
Kumandang adzan yang begitu halus
terdengar membangunkan Sumarni dari tidurnya semalam. Meski dingin subuh masih
menggelayut tubuh, Sumarni dengan sigapnya bangun dari tempat tidur. Hari ini
adalah hari pertama ia memasuki masa-masa kuliah, semangat yang begitu membara
dalam dirinya dan kesungguhan untuk menuntut ilmu sehingga mempersiapkan segala
sesuatu yang akan dibawanya nanti ia persiapkan sendiri tanpa merepotkan
Ibunya. Namun sebelum itu ia melaksanakan kewajiban ibadah shalat Shubuh. Tak
lupa ia juga membangunkan Ibunya untuk shalat berjamaah.
(setelah shalat Ibu memberikan nasihat kepada
Sumarni sebelum berangkat)
Ibu : anak ku kemarilah, Ibu ingin bicara padamu.
Sumarni : ia Ibu, setelah memasukkan buku ini. (menghampiri Ibu)
Ibu : anak ku, hari ini engkau akan berangkat untuk
menuntut ilmu, disini Ibu akan mendoakan segala yang terbaik untuk mu dan juga
kakakmu. Maka berikanlah yang terbaik untuk Ibu, jangan kecewakan Ibu karna Ibu
sangat bangga pada kalian berdua. Setelah ini hari-hari Ibu akan menjadi sunyi,
Ibu pasti akan sangat merindukan kamu Sumarni.
Sumarni : ia Ibu, aku memohon doa restu semoga
perjalanan saya sampai akhir kuliah tak ada hambatan. Dengan doa restumu Ibu
ku, aku siap menggapai impian ku dan membuat Ibu bangga. Aku juga pasti akan
sangat merindukan Ibu. Ibu pada saat nanti aku kembali, aku akan membawakan
tanda keberhasilan ku, ini mungkin belum cukup untuk segala apa yang telah Ibu
korbankan kepada ku. Namun, sebagai anakmu dengan cara inilah aku dapat
menunjukkan rasa sayang dan abdiku kepadamu Ibu….
Ibu : baik-baiklah engkau disana anakku, raih impian
mu, kejar kebehasilan mu. Ibu merestui
mu.
Sumarni : ia Bu. Kalau
begitu mari kita berangkat ke terminal. (Sumarni dan Ibunya meninggalkan rumah menuju Terminal)
Setelah perjalanan kurang lebih satu jam, dengan
menumpangi mobil pengangkut sayur mereka pun tiba diterminal tepat pukul 06.00.
sambil menunggu mobil yang akan ditumpangi Sumarni ke kota mereka
berbincang-bincang.
Ibu : akhirnya engkau
benar-benar akan pergi anak ku (saling
memeluk dan mengeluarkan air mata, kata perpisahan yang hendak mereka ucapkan
seolah tertahan dan hanya linangan air mata seolah menjadi saksi bisu
perpisahan seorang anak dan Ibunya)
Tak lama kemudian mobil yang akan ditumpangi Sumarni
telah datang. Sumarni mengambil semua barang yang akan dibawanya. Dan untuk
perpisahan ia mencium tangan Ibunya.
Sumarni
: Ibu jaga diri, jaga kesehatan Ibu, jangan paksakan diri Ibu untuk bekerja.
Aku sangat sayang pada Ibu. (sumarni
pergi)
Dengan sejuta impian yang ada
dibenak Sumarni, ia pun melangkah dengan pasti disertai dengan keteguhan hati,
dan rasa sayang yang teramat mendalam kepada Ibunya ia siap menghadapi segala
rintangan yang mungkin akan ditemuinya nanti dikala ia sedang menuntut ilmu.
Doa restu sang Ibu menjadi kekuatan besar dalam dirinya sehingga ia percaya
suatu saat nanti ia dapat memberikan kebahagiaan kepada Ibu yang sangat
dicintainya. Dalam perjalanan ia terus mengingat Ibunya, mengingat segala
pengorbanan Ibunya, mulai dari ia dilahirkan, kenakalan-kenakalan masa kecilnya
namun Ibunya tetap ikhlas untuk memberikan kasih sayang yang tulus layaknya
seorang Ibu. Air mata Sumarni tak mampu ia bendung, ia sangat sedih
meninggalkan Ibunya seorang diri. Baru kali ini Sumarni berpisah jauh dengan
Ibunya.
Setelah menempuh perjalan yang cukup lama dan panjang,
Sumarni pun akhirnya tiba di terminal kota. Salampe juga telah tiba diterminal
beberapa menit sebelumnya. Tidak lama kemudian mereka bertemu ditempat yang
telah disepekati.
Salampe: akhirnya kamu
tiba dengan selamat. Bagaimana dengan
Ibu, pasti ia sangat sedih karna melihat kepergian mu. (lalu mereka menuju ke rumah kost Salampe)
Tak lama kemudian mereka pun sampai. Semua barang bawaan
Sumarni, disimpan sementara dikamar kost Salampe sambil menunggu kamar kost
untuk Sumarni. Mereka berdua berada dikompleks kost yang sama, jarak dari
kampus pun tidak terlalu jauh. Dengan begitu Salampe menemani adiknya untuk
mengambil formulir.
Sumarni : kakak aku
berniat untuk mengambil jurusan kesehatan karna itu sudah menjadi cita-cita ku.
Salampe : ia, saya akan
mengantarmu ke tempat pengambilan formulir jurusan kesehatan. Tapi kakak tidak
bisa menemani kamu lama karna kakak juga punya kuliah.
Sumarni : ia kak.
Ditengah pembicaraan mereka datang seorang lelaki yang
menghampiri Salampe dan menyapa Salampe.
Kordoba : halo Bos,
pacar baru lagi Bos ku? (Sumarni
tersenyum sinis dan sangat heran mendengar sapaan orang itu kepada kakaknya)
Salampe : sembarang ko
bilang adekku ini, baru datang.
Kordoba : oh adek ta
Bos, tidak ku tau ki kodong. Bagaimana sebentar jadi ji?
Salampe : apa sebentar
kah? Kuliah toh?
Kordoba : bukan Bos
kira mauki ke kampus 2? (Salampe langsung
menghentikan percakapannya dengan Kordoba karna ia takut ketahuan kelakuan yang
sebenarnya selama ini)
Salampe : masuk mi
ambil formulir, saya juga mau ma ke kelas ku.
Salampe pun meninggalkan Sumarni, ia dan Kordoba pergi ke
tempat yang ia rencanakan. Kampus dua yang ia maksud bukanlah kampus yang
sebenarnya melainkan tempat perkumpulan Salampe dan teman-temannya.
Beberapa bulan kemudian akhirnya ia pun tahu bagaimana
kakaknya yang sebenarnya. Uang yang dikirim oleh Ibunya beberapa hari yang lalu
ternyata bukanlah dipergunakan untuk kebutuhan kuliah melainkan Salampe hanya
mempergunakannya untuk berpoya-poya dengan teman-temannya.
Sumarni : kakak saya ingin bertanya?
Salampe : ia, ada apa?
Sumarni : beberapa bulan sudah saya kuliah di sini,
namun ada hal yang sangat ingin saya ketahui langsung dari kakak?
Salampe : katakana saja.
Sumarni : aku mendengar kalau kakak sebenarnya
adalah preman kampus ini, kakak sangat jarang masuk kuliah, kakak hanya
nongkrong dengan teman-teman kakak dikampus dua yang teman kakak maksud, kakak
menghambur-hamburkan uang. Saya khawatir uang yang Ibu kirimkan kepada kakak
waktu itu kakak juga hanya menggunakannya untuk poya-poya?
Salampe : itu bukan urusan kamu, urus saja kuliahmu
sendiri.
Sumarni : kakak sama sekali tidak memikirkan ibu,
ibu sudah membanting tulang hanya untuk kita kuliah supaya berhasil. Aku kecewa
dengan kakak, rupanya kakak mengabaikan pesan dari ayah.
Salampe : sudah kubilang itu bukan urusanmu. (salampe langsung meninggalkan adiknya)
Di
tempat lain ternyata Kordoba dan Asis berselisih paham. Dendam lama antar ke
dua kelompok ini muncul lagi. Salampe mandapat informasi dari temannya yang
lain bahwa Alan ingin menantang Salampe. Dengan emosi yang sangat tinggi
akhirnya Salampe menemui Alan dan langsung menghajarnya, tanpa pikir panjang.
Tawuran antarmahasiswa pun terjadi.
Pengelolah kampus yang mengetahui hal ini bahwa telah
terjadi tawuran mahasiswa langsung turun tangan dan melerai ke dua pihak
Salampe dan Alan. Akibat membuat keributan Salampe diberi sanksi oleh pihak
kampus skorsing selama 1 minggu dengan
teman-temannya yang ikut tawuran.
Suasana
belajar dikelas Sumarni…
Dosen : assalamu alaikum….
MS: waalaikumussalam.
Dosen : saya dengar kemarin ada tawuran, bagaimana
itu bisa terjadi ? saya sebagai dosen mata kuliah Etika dan Budi Pakerti sangat
prihatin.
Juminten : ia, Bu. Kakaknya Sumarni.
Kasmah : memang kakaknya Sumarni tapi itu tawuran
kemarin tidak ada ji hubungannya sama Sumarni.
Juminten : ia tapi kakaknya, pasti ada ji juga
sedikit sifat seperti kakaknya.
Kasmah : ko kenapa kah? Benci sekali sama Sumarni?
Sedangkan orang kembar lagi masih beda ji sifatnya.
Dosen : sudah mi, jangan sampai ko lagi yang tawuran
di sini. (meredakan suasana)
Sumarni : diam mki Kasmah, biar mi.
Dosen : ia, selanjutnya saya beri tugas untuk
membuat makalah berjudul “Pentingnya Etika”… dikerjakan secara berkelompok
minggu depan di kumpul. Baik Ibu pergi dulu, untuk hari ini cukup sekian.
Wassalam. (meninggalkan ruangan)
Mahasiswa
1,2,dan 3 (teman baik juminten):
Mahasiswa 1: 1 klompok maki jimintan di’
Mahasiswa 2:saya mau ka satu kelompok sama sumarni
deh karena lebih pintar ji sumarni dari pada juminten.
Mahasiswa 3:ia deh saya mau ka juga satu kelompok
sama sumarni karena juminten nasuru jaki terus membayar makalah,orang kaya
bede’ baru politik pedagang na pake biar
uang 500 na tagi teruski. Gaya na ji.
sahabat juminten:ih tidak ada ji paksa ko mau satu
kelompok sama juminten.rakyat jelata kam seupai
kasma:sudah mi jangan
maki bertengkar terserah dari kalian mau masuk di kelompok mana.
Satu minggu ke
depan,kampus Putra bangsa mengadakan pagelaran seni yang menampilka berbaga
kreatifitas mahasiswanya.
Beberapa
saat kemudian pegelaran telah selesai,tiba-tiba ponsel sumarni bordering dan
mendapat kabar dari kampunnya.
Tetangga sumarni: ass.
Alkum bisa bicara dengan sumarni?
Sumarni:ia,saya
sendiri.
T.sumarni:nak,ibu mu
skrng sakit parah kalau bisa kamu harus pulang sekarang.
Sumarni pun
langsung menutup telponnya dan berlari-lari mencari kakaknya
Sumarni: kakak kita
harus pulang sekarang kerena ibu sedang sakit parah di kampung.
Sumarni dan kakaknya bergegas
langsung pulang kekampunnya
Beberapa jam kemudian sumarni dan
kakaknya telah sampai di rumahnya,tampa mengetuk pintu rumahnya sumarni
langsung menemui ibunya di kamar yang sedang terbaring lemas.
Sumarni:ibu…..janganki
tinggalkan ka,ibu harus kuat demi ke 2 anak mu ibu,siapa lagi yang akan
mengurusi kami ber 2 kalau ibu pergi.
Mendengar pembicaraan ke dua anaknya
ibu membuka matanya dan memanggil2 kedua anaknya
Ibu:anakku salampe jika
ibu telah tiada maka jagalah adikmu baik2,dan kamu sumarni haru mendengar
perkataan kakakmu selama itu baik.
Sumarni:ibu jangan
berkata begitu,ibu harus sembuh dan melihat kami ber 2 berhasil.
Salampe :ia ibu,maafkan aku selama ini aku tidak pernah
membahagiakan ibu.
Hanya itu yang sempat di katakana
ibu sumarni,ia pun langsung meregang nyawa di pangkuan ke 2 anaknya.
Dua bersaudara tersebut yang baru
saja di tinggal oleh ibunya menangis sejadi-jadinya.
Setelah
beberapa hari melewati mengalami duka yang sangat mendalam kini ia harus
berjuang untuk kelangsunga hidupnya kedepan.
Sumarni :kakak sekarang kita tinngal ber 2 ibu dan
ayah telah tiada,sekarang kata tidak punya apa2 lagi saya harap kakak bisa
berubah dan tidak mengulangi kesalahan kakak yang lalu.
Salampe :ia adikku saya sangat menyesal dengan
kelakuanku yang lalu,saya janji tidak akan mengulanginya lagi.
Akhirnya
salampe bisa merubah sikap buruknya yang lalu dan kedua bersaudara tersebut berhasil telah
mencapai gelar sarjananya.sumarni pun
mendapat tawaran kerja di salah satu Rumah sakit swasta sebagai general
menejer.dan salampe pun membuka usaha yang cukup terkenal di daerahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar