WARISAN KEMERDEKAAN SEKS DARI
MERPATI
Kali ini, toko kita bukan manusia.
Seekor merpati. Merpati cantik milik tetaangga. Bulunya indah. Putih berbintik
hitam. Kalu tidak salah, dialah yang palingcantik diantara sekian puluh betina
lainya. Wajarlah jadi rebutan. Aku tidak cemburu sebab ia bukan sainganku. Aku
bukan merpati. Aku Cuma seorang manusia.
Merpati itu memang cantik. Idaman
bagi si jantan. Pergaulanya luwes, tidak pernah minder dan malu-malu. Sikapnya
lincah, gallat, pandai merayu. Dia juga senang dirayu. Karena itu, sejak lama
tidak perawan. Namanya juga burung dara, tapi ia tidak kenal selaput dara.
Dunianya merdeka. Hanya kenal satu hukum alam. Undang-undang perkawinan, mana
munkin ia tau. Aku sendiri tidak peduli. Karena aku belum kawin.
Merpati itu punya seekor jantan.
Setiap pagi kulihat mereka main cinta. Kalau tidak di atap rumah, mereka
bercumbu di atas pagar. Caranya mirip-mirip manusia. Teknik cumbu-rayu pun
mereka miliki. Bagai cerita dalam novel Nick Carter. Sentuhan harus punya
sasaran. Sentuhan mesti berproses. Sentuhan tidak boleh kehilangan irama.
Itulah seni. Seni warisan dari alam. Seni yang harus diberi suaka atas
kehormatanya. Seni yang harus dibaringkan di atas formalitas etika kemanusiaan.
Tapi itu bagi manusia.
Tadi pagi, kedua merpati itu
bercumbu lagi. Tidak di atap rumah. Atau di atas pagar. Tetapi di sini, di
dekat jendela, tepat di depan mataku. Mereka bercumbu seperti biasa. Saling
menikmati kemerdekaan mereka. Aku piker, ini keterlaluan. Sepertinya tidak ada
kehidupan lain di sekelilingnya. Atau barangkali mereka juga berpikir bahwa toh
aku Cuma seorang manusia ? atau munkin aku pula yang kelewat nyinyir mencampuri
urusan mereka ?
Di tengah keasyikan bercumbu,
tiba-tiba kedua merpati itu tersentak. Mereka tampaknya menyadari kehadiranku.
Sejenak mereka menghentikan permainanya kemudian serentak mengepakkan sayap.
Terbang menuju kabel listrik, tidak jauh dari jendela. Di sana keduanya
bertengger memandang tajam ke arahku. Ada gurat kebencian dari matanya.
Sepertinya mereka berkata kepadaku:
“wahai
manusia ! tak perlu merasa iri pada kami
Bukankah
kami telah mewariskan kepadamu
Bagaimana
bercinta di alam bebas?!”
~blk
1980~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar